Di suatu ruang kantor SD, tiga tahun lalu, saya pernah mendapat 'undangan jadi qori' pada acara pengajian di Pemerintahan Daerah (Pemda) Lampung. Sebelum hari H acara surat undangan saya terima dari salah seorang pejabat pemerintah dan sekaligus amplop honor pengisian acara. Tidak terlalu banyak honor yang saya terima: dugaan hati, saya akan menerima honor sebesar 500 ribu.
Sial. Honor yang saya terima di ruangan itu sekitar 250 ribu. Tetapi saya bersyukur masih diberi, cukuplah untuk bekal menyambung perut selama sebulan.
Sebenarnya honor yang saya terima sebesar 350 ribu jika Pak Pejabat tidak memberikan sebagian honor saya kepada dua guru tugas: Yang keduanya masing-masing mendapat 50 ribu. Sisa honor yang saya terima, setelah dipotong, jadi 250 ribu.
Saya bersyukur Pak Pejabat berlaku adil kepada kami bertiga. Meski secara hak honor 350 ribu itu sebenarnya milik saya dan saya menyetujui permintaannya dan dengan sah saya meng-iya-kan untuk mengisi acara esok lusa.
Setelah perbincangan sore itu usai, dua kawan saya, guru tugas itu, tampak gembira sebab keduanya punya uang pemasukan untuk keperluan pribadi setidaknya satu minggu kedepan. Mengingat keduanya jarang sekali mendapat honor dari atasan. Dan saya, selain mendapat honor, mendapat pujian "selamat" dari beberapa guru SD dan dari dua kawan itu juga, dua guru tugas, karena mendapat suatu kehormatan di undang oleh pejabat negara! Waw sekali kata mereka.
Dan tepat hari acara tiba, saya di jemput dengan mobil Xpander, yang sopirnya kawan saya sendiri, seorang guru tugas, dan di dalam mobil itu saya dan kawan sopir ini banyak bercakap-cakap bagaimana perjalanan saya menghafal alquran dan kesiapan saya nanti melantunkan ayat-ayat suci.
Saya bersyukur setelah dia mendengar perjalanan saya menghafal alquran kini dia menghafal alquran. Jadi saya tidak sia-sia dan berhasil memprovokasi dia untuk juga menghafal alquran sebab katanya, sedari dulu ingin menghafal alquran tetapi sulit mencari kawan yang mau sharing perjalanannya menghafal alquran. Sebab itu dia banyak mempertimbangkan keputusan ketika suatu saat nanti keputusan mulia itu dia ambil.
Walhasil sesampainya di ruang pengajian, Masjid, saya oleh petugas di arahkan dan di persilahkan duduk di paling depan, dekat mihrab, bersama Pak Ustadz yang kebagian ceramah di depan aparatur negara!
Selang beberapa menit setelah duduk saya melihat pemandangan yang tidak biasa: Orang-orang Lampung menatap penuh tanya; siapa gerangan di depan panggung yang berkacamata dan ber-jaz pesantren?
Pembawa acara membuka acara dengan canda dan memperkenalkan nama saya di depan aparatur negara itu bahwa saya berasal dari Jawa dan salah satu saudara Kyai si Fulan.
Dan usai lelucon itu, salah seorang petugas lain, menghampiri saya untuk bertanda tangan: sehelai lembar kertas bertuliskan, "Honor Pengisi Acara." Kurang lebih maksud tulisan di lembaran kertas itu jika saya tidak lupa.
Saya coba baca sejenak isi lembaran itu dan isinya, dugaan awal saya benar! Saya mendapat honor 500 ribu rupiah!
Petugas itu memerhatikan gerak-gerik saya karena, mungkin, terlalu lama bertanda tangan. "Sebagian honor Bapak kami potong pajak administrasi," Ujarnya. Saya senyum dan menyodorkan raut muka biasa saja dan menjawab, "Iya."
Kepala saya berkalung pertanyaan: Apa benar honor ngaji saya di korupsi pejabat?[]
***
Baca selengkapnya: