Senin, 31 Januari 2022 0 Komentar

Kenapa?

Kenapa akhir-akhir ini kamu jarang hubungi aku? Apa kamu udah punya kawan lain untuk diminta bantuan? Atau kebutuhanmu udah selesai semua? 

Oh ya udah ... Nggak usah hubungi aku lagi kalau begitu. Kan kepentingannya udah beres, toh? 
Selasa, 25 Januari 2022 0 Komentar

Pasar dan Ustad Lukman

Serial sebelumnya, bisa dibaca di sini.

***
H+2 Selasa, 25 Januari 2022

Salah satu santri—di tempat PPL—mengatakan pada saya—waktu kali pertama kenalan—bahwa tiap hari dia belanja ke pasar untuk keperluan tetek bengek kebutuhan dapur dhalem serta makan santri.

Ingatan saya lansung mencuat ke masa lalu ketika masih di pesantren. Bahwa saya dulu sering di ajak ke pasar oleh kakak senior santri untuk belanja kebutuhan dapur dan pada waktu itu saya masih berstatus menjadi santri baru, masih duduk di bangku 2 SMP 2011. Saya menduka mungkin kakak senior itu kasian melihat saya agak kurang betah di pesantren, makanya, entah kasian mungkin, mengajak saya liburan ke pasar.

Saya bergembira tiap pagi pergi ke pasar dan merasa bahwa pasar adalah tempat liburan saya paling cocok—bagi seorang santri baru. Meski agak melelahkan karena hanya memakai sepeda ontel tetapi saya begitu menikmati seolah-olah itu perjalanan menuju surga! Uih …

Mungkin cewek-cewek—yang hendak berangkat ke sekolah—melihat kami dengan kaca mata terlampau percaya diri, tetapi itu bukan masalah dia, bukan?

Selain kakak senior santri di atas, saya pula teringat kawan saya—yang dinobatkan sarjana terbaik di kampusnya dan kini dia menempuh studi magister di bidang Filsafat Islam—bahwa dialah yang banyak mengajarkan saya tentang dunia per-Pasar-an sebab karena dialah saya jadi tukang belanja ke pasar sebagai gantinya (untuk mengenal lebih lanjut tentang sesosoknya, bisa baca di blog pribadinya di sini); setelah kakak senior itu boyong dari pesantren; setelah kawan saya yang terakhir ini memutuskan belajar di perguruan tinggi.

Kalau dulu sewaktu masih menjadi santri baru saya beranggapan bahwa pasar adalah tempat berliburan, maka, setelah saya jadi bapak dapur, pengganti dua orang di atas, maka lain anggapan, setelah merasakan berapa beratnya tugas mereka, bahwa pasar adalah tempat pelarian saya yang dulu tak sempat cepat kuliah! Amboi …

Dan saya kini sudah kuliah dan berstatus menjadi mahasiswa yang kurang satu semester lagi saya menulis skripsi. Eih, setelah sampai di tempat PPL kok ya bisa ketemu santri macam dua orang di atas. Maka …

Tadi pagi saya dan Aldi—santri yang saya maksud di awal tulisan ini—pergi ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur. Saya ingin mengenang kembali masa lalu itu—tanpa ampun pagi itu saya ikut berbelanja! Uih ...  apa yang patut saya catat dari kegiatan tadi pagi waktu di pasar ingin saya bagi dan cerita di sini. Boleh, bukan? Ah, ini kan blog saya, tetapi kiranya ada yang berkenan berpastisipasi untuk menulis di blog ini, untuk pembaca, saya persilahkan.

Sebagai informasi … harga bahan pokok dapur kini relatif stabil: harga cabe 30 ribu, kualitas bagus, tomat 14 ribu, bawang putih 24 ribu, dan bawang merah 23 ribu, serta ceker ayam 20 ribu. Jumlah pengeluaran dapur hari Selasa, 25 Januari 2022 total sebesar Rp 111. 000,- ribu. Oih … pengeluaran cukup fantastis!

Selain informasi di atas, berkat saya tadi pagi pergi berbelanja ke pasar, saya juga bertemu dengan salah satu guru saya, Ustad Lukman. Pada ustad ini pula saya sedikit tahu tentang sejarah Islam; pada ustad ini pula saya belajar tentang keikhlasan dan kesabaran mengajar.
Saya sungguh malu tidak hadir di kelas beliau dan saya menulis catatan ini untuk mengenal beliau akan kebaikan-kebaikannya serta ilmunya. 

Dan untuk beliau saya memohon moga-moga Tuhan memberikan kesehatan jiwa serta raganya bermanfaat. Al-Fatihah untuk keluarga Ustad Lukman Hakim.
Senin, 24 Januari 2022 0 Komentar

Yang Hidup, Pernah Ceria, Itu Cerita

Sumber: dok.pribadi

Hidup itu cerita

_ Abah Misbah

H+1 Senin, 24 Januari 2022

Sewaktu mendengar petuah Abah di atas saya teringat obsesi kali pertama saya belajar menulis—sesuai usia blog ini. Dan saya akan menulis cerita-cerita sewaktu PPL yang menurut saya cukup sederhana dan penting saya tulis. Akan saya tulis cerita–cerita menarik dan mengesankan yang terjadi selama PPL sebagai catatan residensi. Ya … moga-moga catatan ini abadi dalam imajinasi kawan-kawan PPL saya yang banyak mengajarkan tentang makna belajar bersama terjun di masyarakat.

“Dokumentasikan cerita kehidupan Anda dengan kata-kata agar tidak tenggelam dalam ingatan,” kata Aba malam itu.

“Ya,” saya setuju, 100%.

Entah apakah saya mampu dan konsintensi menulis catatan residensi ini—hingga PPL selesai dalam tenggat 30 hari dengan rutin menulis pada hari jam kuliah—akan saya usahakan semaksimal mungkin dan dengan ini saya menyatakan bahwa saya akan memulai catatan ini dengan niatan belajar—tiada niatan lain.

Selanjutnya akan saya rekam—dengan kata-kata—peristiwa seharian itu dan untuk pertama kalinya, saya akan memperkenalkan kawan-kawan PPL saya, selanjutnya, disusul dengan narasi lain, kekocakan kawanan kami, dan lain sebagainya. Dan moga-moga mereka berkenan membaca catatan ini.

Beberapa nama saya tulis dengan nama asli dan beberapa lainnya saya samarkan—seluruh nama, baik yang asli maupun samaran, saya minta atas persetujuan tokoh cerita. (Aih … macam cerpen saja)

***

Nama : Muhammad Khirly fajrul Hamdi

Prodi : Manajemen zakat dan Wakaf

Kampus : UIN KHAS Jember

Quote :

Cita-cita : Jadi DPR

___

Nama : Mufid

Prodi : Manajemen zakat dan Wakaf

Kampus : UIN KHAS Jember

Quote :

Cita-cita : cita-cita saya yang tidak dicita-citakan orang

___

Nama : Imam Syafi’i

Prodi : Manajemen zakat dan Wakaf

Kampus : UIN KHAS Jember

Quote : Jangan pernah hidup dalam kesepian

Cita-cita : Interprener

___

Nama : Penulis Blog ini

Prodi : Manajemen zakat dan Wakaf

Kampus : UIN KHAS Jember

Quote : Hidup untuk belajar

Cita-cita : Menjadi Manusia

­___

Nama : Muhammad Zaini

Prodi : Manajemen zakat dan Wakaf

Kampus : UIN KHAS Jember

Quote :  Saya tidak punya kata-kata

Cita-cita : Menjadi manusia paling manusia

___

Nama : Muhammad Ilham

Prodi : Ekonomi Syariah

Kampus : IAI Al-Qodiri

Quote :  Jangan menjadi orang bodoh yang tersesat dan menyesatkan

Cita-cita : -

___

Nama : Erlin Fitrianingsing

Prodi : Ekonomi Syariah

Kampus : IAI Al-Qodiri

Quote :  Jadilah yang terbaik dari yang lebih baik

Cita-cita : Pengusaha

___

Nama : Ira Alfiatunningsih

Prodi : Ekonomi Syariah

Kampus : IAI Al-Qodiri

Quote :  Jangan ragu untuk memulai

Cita-cita : Pengusaha cafe

___

Nama : Risqiana Fadhilatus Zaenab

Prodi : Ekonomi Syariah

Kampus : IAI Al-Qodiri

Quote :  Belajar, belajar, belajar

Cita-cita : Pemiliki salah satu restoran ternama di Indonesia

___

Nama : Pink

Prodi : Manajemen zakat dan Wakaf

Kampus : UIN KHAS Jember

Quote : Don’t juge everthing by cover. Tidak semua penilaian dari mata karena terkadang kebaikan dan ketulusan hanya dapat dirasakan dari hati

Cita-cita : Istri DPR

­___

Nama : Wilda Hayatun Nufus

Prodi : Manajemen zakat dan Wakaf

Kampus : UIN KHAS Jember

Quote : Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkannya

Cita-cita : Pengusaha

 ___

Nama : Ilyas Maulana

Prodi : Ekonomi Syariah

Kampus : IAI Al-Qodiri

Quote :  Berjuang untuk hidup

Cita-cita : Dokter

***

Setelah cukup lama perkenalan diri dan tertawa bahak-bahak di depan Emak-emak saya cukup senang—untuk tidak mengatakan berlebihan—dan mungkin saya akan membuka kembali catatan ini suatu hari nanti dengan kerinduan yang tak terjelaskan setelah kami kembali ke tempatnya masing-masing dan jauh dari pandangan mata.

Mungkin saya akan sulit melupakan presentasi kelucuan Fajrul ketika cukup lama terdiam dan tak menemukan jawab untuk menyatakan apa cita-citanya dan yang keluar dari lagak lucunya adalah: Ingin jadi DPR! Mungkin sulit bagi saya melupakan ketika Mufid mencoba ngelawak—depan Emak-emak itu—dengan kata-kata memikatnya.

“Cita-cita saya cita-cita yang tidak dicita-citakan orang!” ujarnya.

Oih … pula saya tak kan lupa pada Imam yang antusias ketika memperkenalkan dirinya dengan menanyakan, “Bagaimana kabar Emak-emak ini semua, sehat?”, meski dirinya sedang sakit dan mencoba menguatkan diri untuk hadir—turut serta di tengah keriuhan hiruk pikuk pembukaan PPL ini.

Ohya … Pak Ketua Koordinator PPL, Zain, banyak-banyak-lah bersabar kalau selama mengkoor Fajrul—yang sering dibohongi olehnya—tak membuahkan ide untuk anda berjalan. Dan berterima kasihlah kepadanya sebab karena dialah anda menjadi filosof! Sebab anda sekarang masuk ke ruang kebingungan dan ciri-ciri filosof itu menjadi orang bingung. Dari kebingungan itulah anda memenuhi syarat jadi filosof!

Dan pula akan saya catat moga-moga cita-cita Mbak Pink menjadi istri DPR (yang dimaksud adalah presentator awal di atas) segera terwujud—moga-moga setelah lulus kuliah nanti. (hahaha). Dan selamat anda sukses bikin Emak-emak tertawa lepas dan anda top skor jadi pelawak malam itu. Serta sulit bagi kami melupakan kawanan dari kampus lain, yang telah memberi ketenangan batin dengan salawat yang dibawakannya.

Selanjutnya, kita duduk ramah tamah bersama Abah dengan pesannya yang memikat untuk kita bergerak dan berjalan pada  hari kedepan.

***

Duduk bersama Abah, setelah perkenalan diri, ngobrol-ngobrol ngalor-ngidol tentang progres Kampung SDGs kedepan adalah menarik untuk di-dengar-di-simak. Salah satu trobosan Kampung SDGs Sukorejo ini, untuk mengentaskan kemiskinan, dengan memulai bergerak bersama masyarakat, dengan bergotong royong dan kesadaran untuk hidup bersama, dawuh-nya. Dengan keberadaan Kampung SDGs ini, harapan dan cita-citanya yang dalam, adalah semoga tidak ada lagi orang kelaparan, tutup beliau.

Selain cita-citanya seperti anak muda saya amati bahwa beliau sepertinya gemar membaca buku-buku bermutu dan berkualitas, terbukti dari sejarah hingga gagasan pemikiran yang beliau kutip, tak-lain-dan-tak-bukan, adalah gagasan sejumlah tokoh yang pernah saya baca dari tumpukan buku yang, kalau saja beliau meluapkan semua hasil bacaannya pada malam itu, aduhai menarik untuk disimak-dicermati, dan, terakhir, ditulis!

Saya mencatat salah satu bagian kutipan beliau ini, kata-kata Muhammad Abduh yang masyhur  itu: “Dzahabtu ilaa bilaad al-ghorbi, roatu al-islam wa lam aro al-muslimin. Wa dzahabtu ilaa bilaad al-‘arobi al-muslimin, wa lam aro al-islam.” (aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat Islam)

Dan saya kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan-dan-menvisualisakan keadaan malam itu dengan kata-kata. Mungkin …

Mungkin catatan ini cukup sederhana, yang banyak sekali meminta perbaikan, agar tampil lebih elegan serta enak dibaca. Namun karena keterbatasan waktu dan kemampuan saya menulis, karena dikejar waktu, maka, suatu hari nanti, mungkin akan saya sunting kembali bagian kalimat yang kurang pas enak dibaca.

Saya tutup catatan pertama ini dengan, “Selamat menjalankan tugas dengan baik.”

***

Serial catatan residensi selanjutnya sila baca di sini.

Senin, 10 Januari 2022 0 Komentar

Main Tiktok yang Mboh


Seperti lepas tanggungan hutang tugas kuliah! Para Mbakyu menelanjangi kami dengan main tiktok. Padahal ... pada kenyataan sebaliknya: Sedang pening mengurus administrasi pendaftaran PPL. Tapi hutang tugas tersebut dijalani dengan bijak, main tiktok misalnya. 

Sungguh jauh dari tatanan jubah akademis, tapi ... saya kira mampu juga terobati penyakit pening kepala siang itu, setelah melihat penampakan Imam di layar HAPE yang jadi bahan referensi untuk menertawakan kebisingan hidup di dunia ini, untuk tertawa lepas. 

Apa keseruan main tiktok itu sengaja direncanakan atau dibuat untuk dagelan memperingati hari ulang tahun salah satu Mbakyu yang sedang berbahagia-bersenyum-merah-merona itu? Jelas tidak! Meskipun berkemungkinan yang bersangkutan telah merencanakan untuk menyambut hari kelahirannya, dengan bersedekah kue kue mantap itu? 

Entah ... Saya tak menemukan jawab. 

Pertemuan siang itu jelas tidak direncanakan, melainkan direncanakan oleh pendaftaran PPL itu sendiri. Oleh karena kini studi semester tua semakin mendekat, untuk bertarung dengan masalah tugas, juga praktikum dan lain sebagainya, ialah kesempatan bagi kami untuk tertawa terbahak-bahak dengan kekonyolan mahasiswa yang Mboh itu. 

Tidak ada istilah sungkan untuk saling menertawakan satu sama lain, menunjukkan kita lepas dan mengalir mengerjakan tugas kuliah yang makin hari makin nggak jelas mau dibawa kemana setelah menempuh studi ini berakhir. Satu dengan lainnya, ialah bercengkrama untuk membahas hal-hal remeh temeh bagaimana nanti di tempat PPL dan apa yang harus dikerjakan adalah menjadi boomerang dalam kepala mahasiswa yang Mboh itu. 

Ya ... kami minim stok waktu ngoceh bersama selama kuliah, setelah semester 3  pandemi menghantam dunia. Minim sekali ada percakapan hulu hilir di antara kami, untuk diskusi seperti apa menatap masa depan nanti dalam peningkatan dunia intelektual prodi. 

Entah ... perjalanan menempuh studi itu berjalan seperti air yang Mboh hendak mengalir kemana entah kemana, mengingat problem administrasi yang tak kunjung usai sewaktu pengajuan, mengingat apa telah dipelajari di ruang perkuliahan ada manfaatnya atau sebaliknya, jauh dari prediksi kuliah idealis. 

Ya ... sederhananya, aktifitas main tiktok tidak-lain tidak-bukan ialah untuk melepaskan kepenatan mengerjakan tugas berjibun-jiun yang bikin kepala pening dan administrasi pendaftaran PPL yang Mboh itu kepala semakin migren.

Adapun menyangkut pendidikan selanjutnya dan seumur hidup kita adalah sepertinya kita sendiko dawoh pada apa yang Paulo Freire ini katakan: "Pendidikan tidak menjadikan kita menjadi masyarakat terdidik, tapi yang disebut masyarakat terdidik adalah kesadaran kita bahwa kita ini belum finish belajarnya. Dan rasa belum ini yang menjadikan kita manusia terdidik".

Dan siapa Mbakyu yang sedang ulang tahun itu, para tiktokers ingin mengucapkan, "Moga-moga Mbakyu diberikan kesehatan serta dilancarkan impiannya."
Minggu, 09 Januari 2022 0 Komentar

Seputar Menulis

Kini kita memasuki tahun baru. Itu artinya, kita akan memasuki kehidupan baru. Dan menggelar kehidupan baru adalah tergantung bagaimana kita menjalaninya, apakah kita akan mengulangi tahun yang sudah lalu atau akan melakukan pembenahan kekurangan-kesalahan darinya. 

Dengan kata lain, hasrat untuk membenahi kesalahan dalam menjalani kehidupan, adalah sebuah proses belajar; sedangkan berhenti belajar dari kesalahan adalah kegagalan menjadi pembelajar. 

Seringkali saya merencanakan sesuatu tetapi sulit sekali merealisasikannya. Entah sekat apa yang telah menutupi saya untuk bertindak, hingga saya gagal dan larut dalam kemalasan. Rencana menulis sederhana, misalnya. Dalam satu tahun saya harus giat dan lebih konsisten menulis di blog ini, itu rencana tahun 2021 lalu, tetapi masih sulit menerapkannya. Mungkin saya perlu mengoreksi kembali apa yang salah dalam perencanaan saya. Maka ... 

Simulasi yang akan saya terapkan satu tahun mendatang, di blog ini, adalah dengan menurunkan sebanyak-banyaknya waktu menulis dan lebih banyak lagi membaca sebuah referensi agar ide-ide segar itu jauh lebih gampang di ikat dan di tulis. 

Dengan berpikir demikian, yang tidak terlalu muluk-muluk dalam proses belajar menulis, saya menyusun berbagai upaya untuk mewujudkan dan merealisasikan apa yang saya pikirkan, agar lebih gampang dan lebih mudah menjalani proses rencana tersebut. 

Pertama, saya harus merombak kembali kerangka waktu menulis. Jika tahun lalu saya terlalu muluk-muluk dalam merencanakan waktu menulis 3 jam dalam sehari semalam, maka, dengan banyaknya waktu itu, saya kadang gagal konsisten menulis; itu berarti ada yang salah dengan cara saya menyusun perencanaan waktu. 

Maka, saya harus menurunkan waktu menulis 30 menit untuk waktu pagi dan 30 menit waktu malam. Dengan demikian, 1 jam untuk menulis sehari semalam, saya dapat mengukur waktu dimana saya harus menulis dan kapan pula saya harus membaca buku, karena ... sebagaimana kita tahu, menulis-membaca adalah dua aktifitas yang tidak bisa dipisahkan, seperti aku dan kamu, yeah... 

Kedua, prinsip apa yang telah ditetapkan harus selaras dengan perencanaan dan eksekusi diri. Tahun lalu ... jika saya melanggar aturan, dengan entengnya saya semakin berleha-leha. Tak terpikir sadar bahwa kemalasan tersebut harus dilawan dan dibunuh! Seringkali saya suka melanggar aturan yang telah dibuat. Maka ... untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran tersebut, saya harus menghukum diri sendiri jika terbukti melanggar! 

Hukuman paling pantas adalah menjauh dari makhluk bernama HAPE! Sebab makhluk itulah yang kadang bikin jari jemari ini malas menulis. 

Dengan demikian, hal-hal sederhana yang dianggap sepele kadang merasuki ke dalam aktifitas lain yang potensial keteteran dan sulit mengeksekusi perencanaan yang telah ditetapkan. 

Jikapun saya masih kesulitan menerapkan dan mengeksekusi perencanaan sederhana di atas, sepertinya saya harus mengamati dan merenungi kembali; sebenarnya, siapa diri ini. Jangan-jangan hanya pintar berwacana tetapi sulit mengeksekusi rencana. 

Dan sepertinya saya harus patuh pada apa yang dikatakan Mbak Virginia Woolf ini: "Tidak perlu terburu-buru. Tidak perlu bersinar. Tidak perlu menjadi siapa pun, kecuali diri sendiri".
 
;