Salah satu santri—di tempat PPL—mengatakan pada saya—waktu kali pertama kenalan—bahwa tiap hari dia belanja ke pasar untuk keperluan tetek bengek kebutuhan dapur dhalem serta makan santri.
Ingatan saya lansung mencuat ke masa lalu ketika masih di pesantren. Bahwa saya dulu sering di ajak ke pasar oleh kakak senior santri untuk belanja kebutuhan dapur dan pada waktu itu saya masih berstatus menjadi santri baru, masih duduk di bangku 2 SMP 2011. Saya menduka mungkin kakak senior itu kasian melihat saya agak kurang betah di pesantren, makanya, entah kasian mungkin, mengajak saya liburan ke pasar.
Saya bergembira tiap pagi pergi ke pasar dan merasa bahwa pasar adalah tempat liburan saya paling cocok—bagi seorang santri baru. Meski agak melelahkan karena hanya memakai sepeda ontel tetapi saya begitu menikmati seolah-olah itu perjalanan menuju surga! Uih …
Mungkin cewek-cewek—yang hendak berangkat ke sekolah—melihat kami dengan kaca mata terlampau percaya diri, tetapi itu bukan masalah dia, bukan?
Selain kakak senior santri di atas, saya pula teringat kawan saya—yang dinobatkan sarjana terbaik di kampusnya dan kini dia menempuh studi magister di bidang Filsafat Islam—bahwa dialah yang banyak mengajarkan saya tentang dunia per-Pasar-an sebab karena dialah saya jadi tukang belanja ke pasar sebagai gantinya (untuk mengenal lebih lanjut tentang sesosoknya, bisa baca di blog pribadinya di sini); setelah kakak senior itu boyong dari pesantren; setelah kawan saya yang terakhir ini memutuskan belajar di perguruan tinggi.
Kalau dulu sewaktu masih menjadi santri baru saya beranggapan bahwa pasar adalah tempat berliburan, maka, setelah saya jadi bapak dapur, pengganti dua orang di atas, maka lain anggapan, setelah merasakan berapa beratnya tugas mereka, bahwa pasar adalah tempat pelarian saya yang dulu tak sempat cepat kuliah! Amboi …
Dan saya kini sudah kuliah dan berstatus menjadi mahasiswa yang kurang satu semester lagi saya menulis skripsi. Eih, setelah sampai di tempat PPL kok ya bisa ketemu santri macam dua orang di atas. Maka …
Tadi pagi saya dan Aldi—santri yang saya maksud di awal tulisan ini—pergi ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur. Saya ingin mengenang kembali masa lalu itu—tanpa ampun pagi itu saya ikut berbelanja! Uih ... apa yang patut saya catat dari kegiatan tadi pagi waktu di pasar ingin saya bagi dan cerita di sini. Boleh, bukan? Ah, ini kan blog saya, tetapi kiranya ada yang berkenan berpastisipasi untuk menulis di blog ini, untuk pembaca, saya persilahkan.
Sebagai informasi … harga bahan pokok dapur kini relatif stabil: harga cabe 30 ribu, kualitas bagus, tomat 14 ribu, bawang putih 24 ribu, dan bawang merah 23 ribu, serta ceker ayam 20 ribu. Jumlah pengeluaran dapur hari Selasa, 25 Januari 2022 total sebesar Rp 111. 000,- ribu. Oih … pengeluaran cukup fantastis!
Selain informasi di atas, berkat saya tadi pagi pergi berbelanja ke pasar, saya juga bertemu dengan salah satu guru saya, Ustad Lukman. Pada ustad ini pula saya sedikit tahu tentang sejarah Islam; pada ustad ini pula saya belajar tentang keikhlasan dan kesabaran mengajar.
Saya sungguh malu tidak hadir di kelas beliau dan saya menulis catatan ini untuk mengenal beliau akan kebaikan-kebaikannya serta ilmunya.
Hidup itu cerita
_
Abah Misbah
H+1 Senin,
24 Januari 2022
Sewaktu
mendengar petuah Abah di atas saya teringat obsesi kali pertama saya belajar
menulis—sesuai usia blog ini. Dan saya akan menulis cerita-cerita sewaktu PPL
yang menurut saya cukup sederhana dan penting saya tulis. Akan saya tulis cerita–cerita
menarik dan mengesankan yang terjadi selama PPL sebagai catatan residensi. Ya …
moga-moga catatan ini abadi dalam imajinasi kawan-kawan PPL saya yang banyak
mengajarkan tentang makna belajar bersama terjun di masyarakat.
“Dokumentasikan
cerita kehidupan Anda dengan kata-kata agar tidak tenggelam dalam ingatan,”
kata Aba malam itu.
“Ya,”
saya setuju, 100%.
Entah
apakah saya mampu dan konsintensi menulis catatan residensi ini—hingga PPL
selesai dalam tenggat 30 hari dengan rutin menulis pada hari jam kuliah—akan saya
usahakan semaksimal mungkin dan dengan ini saya menyatakan bahwa saya akan
memulai catatan ini dengan niatan belajar—tiada niatan lain.
Selanjutnya
akan saya rekam—dengan kata-kata—peristiwa seharian itu dan untuk pertama
kalinya, saya akan memperkenalkan kawan-kawan PPL saya, selanjutnya, disusul
dengan narasi lain, kekocakan kawanan kami, dan lain sebagainya. Dan moga-moga
mereka berkenan membaca catatan ini.
Beberapa
nama saya tulis dengan nama asli dan beberapa lainnya saya samarkan—seluruh
nama, baik yang asli maupun samaran, saya minta atas persetujuan tokoh cerita. (Aih
… macam cerpen saja)
***
Nama
: Muhammad Khirly fajrul Hamdi
Prodi
: Manajemen zakat dan Wakaf
Kampus
: UIN KHAS Jember
Quote
:
Cita-cita
: Jadi DPR
___
Nama
: Mufid
Prodi
: Manajemen zakat dan Wakaf
Kampus
: UIN KHAS Jember
Quote
:
Cita-cita
: cita-cita saya yang tidak dicita-citakan orang
___
Nama
: Imam Syafi’i
Prodi
: Manajemen zakat dan Wakaf
Kampus
: UIN KHAS Jember
Quote
: Jangan pernah hidup dalam kesepian
Cita-cita
: Interprener
___
Nama
: Penulis Blog ini
Prodi
: Manajemen zakat dan Wakaf
Kampus
: UIN KHAS Jember
Quote
: Hidup untuk belajar
Cita-cita
: Menjadi Manusia
___
Nama
: Muhammad Zaini
Prodi
: Manajemen zakat dan Wakaf
Kampus
: UIN KHAS Jember
Quote
: Saya tidak punya kata-kata
Cita-cita
: Menjadi manusia paling manusia
___
Nama
: Muhammad Ilham
Prodi
: Ekonomi Syariah
Kampus
: IAI Al-Qodiri
Quote
: Jangan menjadi orang bodoh yang
tersesat dan menyesatkan
Cita-cita
: -
___
Nama
: Erlin Fitrianingsing
Prodi
: Ekonomi Syariah
Kampus
: IAI Al-Qodiri
Quote
: Jadilah yang terbaik dari yang lebih
baik
Cita-cita
: Pengusaha
___
Nama
: Ira Alfiatunningsih
Prodi
: Ekonomi Syariah
Kampus
: IAI Al-Qodiri
Quote
: Jangan ragu untuk memulai
Cita-cita
: Pengusaha cafe
___
Nama
: Risqiana Fadhilatus Zaenab
Prodi
: Ekonomi Syariah
Kampus
: IAI Al-Qodiri
Quote
: Belajar, belajar, belajar
Cita-cita
: Pemiliki salah satu restoran ternama di Indonesia
___
Nama
: Pink
Prodi
: Manajemen zakat dan Wakaf
Kampus
: UIN KHAS Jember
Quote
: Don’t juge everthing by cover. Tidak semua penilaian dari mata karena
terkadang kebaikan dan ketulusan hanya dapat dirasakan dari hati
Cita-cita
: Istri DPR
___
Nama
: Wilda Hayatun Nufus
Prodi
: Manajemen zakat dan Wakaf
Kampus
: UIN KHAS Jember
Quote
: Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkannya
Cita-cita
: Pengusaha
___
Nama
: Ilyas Maulana
Prodi
: Ekonomi Syariah
Kampus
: IAI Al-Qodiri
Quote
: Berjuang untuk hidup
Cita-cita
: Dokter
***
Setelah
cukup lama perkenalan diri dan tertawa bahak-bahak di depan Emak-emak saya
cukup senang—untuk tidak mengatakan berlebihan—dan mungkin saya akan membuka
kembali catatan ini suatu hari nanti dengan kerinduan yang tak terjelaskan
setelah kami kembali ke tempatnya masing-masing dan jauh dari pandangan mata.
Mungkin
saya akan sulit melupakan presentasi kelucuan Fajrul ketika cukup lama terdiam dan
tak menemukan jawab untuk menyatakan apa cita-citanya dan yang keluar dari
lagak lucunya adalah: Ingin jadi DPR! Mungkin sulit bagi saya melupakan ketika
Mufid mencoba ngelawak—depan Emak-emak itu—dengan kata-kata memikatnya.
“Cita-cita
saya cita-cita yang tidak dicita-citakan orang!” ujarnya.
Oih
… pula saya tak kan lupa pada Imam yang antusias ketika memperkenalkan dirinya
dengan menanyakan, “Bagaimana kabar Emak-emak ini semua, sehat?”, meski dirinya
sedang sakit dan mencoba menguatkan diri untuk hadir—turut serta di tengah
keriuhan hiruk pikuk pembukaan PPL ini.
Ohya
… Pak Ketua Koordinator PPL, Zain, banyak-banyak-lah bersabar kalau selama
mengkoor Fajrul—yang sering dibohongi olehnya—tak membuahkan ide untuk anda
berjalan. Dan berterima kasihlah kepadanya sebab karena dialah anda menjadi
filosof! Sebab anda sekarang masuk ke ruang kebingungan dan ciri-ciri filosof itu
menjadi orang bingung. Dari kebingungan itulah anda memenuhi syarat jadi
filosof!
Dan
pula akan saya catat moga-moga cita-cita Mbak Pink menjadi istri DPR (yang
dimaksud adalah presentator awal di atas) segera terwujud—moga-moga setelah
lulus kuliah nanti. (hahaha). Dan selamat anda sukses bikin Emak-emak tertawa
lepas dan anda top skor jadi pelawak malam itu. Serta sulit bagi kami melupakan
kawanan dari kampus lain, yang telah memberi ketenangan batin dengan salawat
yang dibawakannya.
Selanjutnya,
kita duduk ramah tamah bersama Abah dengan pesannya yang memikat untuk kita
bergerak dan berjalan pada hari kedepan.
***
Duduk
bersama Abah, setelah perkenalan diri, ngobrol-ngobrol ngalor-ngidol
tentang progres Kampung SDGs kedepan adalah menarik untuk di-dengar-di-simak.
Salah satu trobosan Kampung SDGs Sukorejo ini, untuk mengentaskan kemiskinan, dengan
memulai bergerak bersama masyarakat, dengan bergotong royong dan kesadaran
untuk hidup bersama, dawuh-nya. Dengan keberadaan Kampung SDGs ini,
harapan dan cita-citanya yang dalam, adalah semoga tidak ada lagi orang
kelaparan, tutup beliau.
Selain
cita-citanya seperti anak muda saya amati bahwa beliau sepertinya gemar membaca
buku-buku bermutu dan berkualitas, terbukti dari sejarah hingga gagasan
pemikiran yang beliau kutip, tak-lain-dan-tak-bukan, adalah gagasan sejumlah
tokoh yang pernah saya baca dari tumpukan buku yang, kalau saja beliau meluapkan
semua hasil bacaannya pada malam itu, aduhai menarik untuk disimak-dicermati,
dan, terakhir, ditulis!
Saya
mencatat salah satu bagian kutipan beliau ini, kata-kata Muhammad Abduh yang masyhur
itu: “Dzahabtu ilaa bilaad al-ghorbi,
roatu al-islam wa lam aro al-muslimin. Wa dzahabtu ilaa bilaad al-‘arobi
al-muslimin, wa lam aro al-islam.” (aku pergi ke negara Barat, aku melihat
Islam namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku
melihat orang muslim namun tidak melihat Islam)
Dan saya
kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan-dan-menvisualisakan keadaan malam itu
dengan kata-kata. Mungkin …
Mungkin
catatan ini cukup sederhana, yang banyak sekali meminta perbaikan, agar tampil
lebih elegan serta enak dibaca. Namun karena keterbatasan waktu dan kemampuan
saya menulis, karena dikejar waktu, maka, suatu hari nanti, mungkin akan saya
sunting kembali bagian kalimat yang kurang pas enak dibaca.
Saya
tutup catatan pertama ini dengan, “Selamat menjalankan tugas dengan baik.”
***
Serial
catatan residensi selanjutnya sila baca di sini.