Dibanding baca buku berat-berat yang bikin kepala anda berkerut, akan jauh lebih menjanjikan kehidupan masa depan anda dengan berselancar di media sosial, berkomentar sesuka hati anda sepedas mungkin di kolom komentar media sosial orang lain, adalah hal paling bahagia menjalani hidup di dunia ini, dengan demikian kehidupan bermasyarakat semakin berwarna dan semakin sejahtera bahkan tercerahkan orang anda.
"Berharap suatu saat nanti...
Kau dan aku kan bertemu lagi...
Seperti yang kau ucapkan...
Sebelum kau tinggalkan aku"
Sampai pada lirik ini biasanya saya teringat kawan-kawan dan 'berharap suatu saat nanti' kami berjumpa kembali seperti janjinya dulu sebelum kami sama-sama kembali ke rumah masing-masing. Tapi sampai saat ini kami belum juga bersua.
Mungkin sebagian mereka lupa atau sengaja melupakan hal itu; tetapi saya yakin dan meyakini bahwa sesungguhnya mereka memiliki perasaan dan harapan yang sama: ingin berjumpa tetapi masing-masing dari kami sukar menyiapkan waktu senggang sekadar sehari atau setengah hari saja.
Terlepas lupa atau sengaja melupakan, karena itu saya menulis; menulis surat ini untuk mereka; untuk menyentuh kesadarannya; siapa tahu dibaca dan ditepati janjinya untuk kembali bersua. Ya, nggak? Hem.
Terlepas sibuk atau memiliki kesibukan lain, sesungguhnya terletak pada prioritas waktu kami masing-masing dan sekiranya prioritas bersua itu dibutuhkan, saya yakin dan meyakini barang sehari atau setengah hari saja bisa kok dilaksanakan.
Nah, kini pilihan kami adalah menempatkan prioritas waktu tersebut; sungguh kami sama-sama ingin bersua; mungkin dengan saya menulis surat ini; barang tiga atau lima kawan saja akan menyanggupi usulan ini; saya berharap demikian terlaksana.
Sesungguhnya bukan lirik itu saja yang membuat saya selalu teringat pada mereka, jikalau bukan kebaikan-kebaikan mereka; juga keusilan-keusilannya serta ha hi hinya.
Satu hal yang mungkin akan jadi catatan cerita kita pada suatu hari nanti, setelah kami sama-sama memiliki wilayah kehidupan sendiri dan memiliki anak cucu yang mungil-mungil, adalah saat nanti kami bisa menceritakan kepingan-kepingan kenangan banyak hal tentang masa kuliah dahulu kala.
Oleh karena itu, cerita-cerita kebaikan itu yang akan jadi saksi bahwa kami pernah hidup di dunia yang sementara ini. Ini surat untuk mereka, moga-moga jadi catatan kenangan kita.
Kepada siapapun yang sempat atau sedang membaca catatan kenangan ini, aku ingin menulis banyak hal tentang kebaikan kalian dan moga-moga kalian mengingatnya.
Di Bukit Geopark
Di bukit itu kita pernah menyaksikan keindahan alam sebelum melangkah lebih jauh perjalanan selama empat puluh hari ke depan. Ya, kita hanya sekadar bermain-main dan berkenalan dengan alam; dengan perasaan senang nan bahagia. Kita tertawa dan terpesona keindahan dunia, di bukit geopark itu.
Kita melukis alam dalam benak kita entah sampai kapan lukisan alam itu akan tetap menempel lekat dalam ingatan, yang kelak jadi kenangan.
Pak Sadi mendampingi kita seperti layaknya anak sendiri. Ia rela menghabiskan waktu untuk kita yang baru pertama kali melihat alam; o, maksudnya alam di bukit geopark itu.
Kita bersemangat dan bergembira atas kebaikan-kebaikannya. Mungkin kita lupa mengucap terima kasih kepadanya tetapi kita pun tak lupa mengingat kontribusi kebaikannya. Kita hanya butuh sejenak waktu agar tetap mengingat kebaikannya; dengan menuliskan dan memikirkan kebaikan-kebaikannya.
Kedinginan Akut
Masihkah kalian ingat saat bapak perangkat desa itu mengajak kita untuk turut-serta gotong royong memangkas rerumputan di sekitar jalan menuju kawah Ijen bersamaan turunnya rintik-rintik hujan membuat kita semua kedinginan akut sehingga beberapa di antara kita satu sama lain menyalahkan dan menanyakan mengapa tidak memakai jaket sebelum perjalanan itu berlangsung?
Semua saling menghantam kesalahan entah kepada siapa entah bagaimana kejadiannya.
Empat lelaki mengatakan ini salah Sisil! Ia pun membalas ini salah Mey! Ia pun tak mau kalah membalas santai dengan mengatakan ini salah kita semua! Ups. Kelar persoalan . . .
Undangan Salawatan
Kalau saja mengingat undangan salawatan Pak Ustad itu kita tak lupa nama Faiz yang jadi sasaran niatannya; o, moga-moga si Faiz berdamai dengan diri sendiri setelah ini dan, tentu saja, memaafkannya.
Bukan untuk diingat, bukan pula untuk dibenci, dan bukan pula untuk didiami, melainkan dijadikan pelajaran, eh. Barangkali kita jadi refleksi diri; jangan-jangan kita memang layak mendapat pelajaran apa saja, termasuk orang yang terkadang memaksa ingin dicinta, tapi lupa mencinta, maksudnya adalah sebelum mencinta orang, keabsahan mencinta adalah diri kita sendiri, sebelum mencinta orang lain. Ah, lupakanlah!
Dan surat ini pun dihadirkan dan ditulis, salah satu tujuannya, adalah untuk merefleksikan ulang bahwa kita saling mencintai diri sendiri, dalam arti memantulkan cahaya ilahi dalam diri kita ini.
Kepada siapapun, surat ini aku kirim dengan perasaan maha cinta, karena ia adalah hakikat pertemanan seutuhnya. Demikian.
Sebetulnya, jika aku boleh jujur, aku tidak perlu kecewa (dan memang tidak ada gunanya juga untuk kecewa) setelah tahu, dengan permintaan yang aku ajukan padanya, bahwa keputusan yang ia ambil, ternyata tidak seperti awal kali ia katakan padaku: menikah. Tetapi, bagaimana pun dan harus aku akui, jika aku boleh jujur, bahwa aku sedikit kecewa (untuk tidak mengatakan sangat kecewa). Namun aku tidak ingin berlarut-larut dalam kekecewaan itu; sebab itu tidak berarti sama sekali.
Entah mengapa lebaran tahun ini hati terasa berbunga-bunga. Mungkin karena sesuatu yang memungkinkan saya akan menikah, eh. Tapi bukan tahun ini, melainkan setelah mengetahui secara pasti, sedalam-dalam keluarganya, calon istri saya. Dan itu artinya kami sekarang sedang dalam masa ta'aruf (bahasa keren agamanya).
Urgensi Khutbah Jum'at tentang Kontrak-Radikalisme dan Terorisme
Upaya pemberangusan bersama virus radikalisme dan terorisme, salah satunya, adalah bagaimana sekiranya materi khotbah Jum’at bermuatan lebih strategis dalam memperingati bahaya penyakit ajakan sesat tersebut. Yang dimaksud virus radikalisme dan terorisme di sini adalah kelompok-kelompok yang mengajarkan serta mengajak kepada masyarakat untuk berideologi dengan mereka; dengan mempertentangkan nilai-nilai ajaran agama versus prinsip-prinsip ideologi Pancasila dan berlawanan dengan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Pengalaman yang kita serap dan masuk ke alam pikiran dan perasaan menjadi produk tindakan-tindakan kita dalam menanggapi suatu hal (baca: problem kehidupan) atas dua fungsi tersebut. Apabila satu di antara keduanya tidak berfungsi, maka yang akan terjadi adalah emosi. Benar atau tidaknya penyataan ini hanya berdasar pada pengalaman pribadi, namun saya ingin membubuhinya dengan teori neo-psikoanalisis Alfred Adler.
Peralihan zona nyaman menuju zona tantangan seperti halnya memilih ‘iya’ atau ‘tidak’ untuk melanjutkan hidup. Perumpamaan lebih tegasnya ketika kita lapar pilihan kita hanya dua. Makan atau tidak makan. Tak ada pilihan yang ketiga. Pilihan kita bekerja bagaimana menghasilkan uang agar bisa makan atau tidak bekerja, tidak makan (kecuali kalau tetangga kita berbelas kasih tiap hari).
Desa Jampit, Guest House Belanda, dan Melihat Surga Lebih Dekat
Akhir bulan Juli tahun lalu, 2022, saya—dan kawan-kawan KKN—berkesempatan berkunjung ke salah satu Desa Jampit, Kecamatan Ijen, Bonbowoso. Sebuah desa wisata yang boleh kita sebut lain sebagai desa surga.