
Di balik tirai ada hal
menari-nari dalam sanubari. Entah. Tak pernah bosan. Tak akan pernah bosan;
mengamati, merenungi, menghayati, menggali. Selalu ada kata indah di temukan
dalam setiap perjalanan. Akankah itu berarti?
Langit biru terbuka rapi
memanjakan mata memandang. Panorama yang menyejukan. Di tambah taman asri di
perkebunan Masjid Sunan Ampel. Tak seperti biasa. Para pembelajar kini lebih
berintim di rumah sembari ambyar. Ah, lelah bukan berarti kerja, barangkali
tidur pula; melelahkan.
Rindu pada dasarnya memupuk dalam
sanubari. Ia semacam rasa yang sulit di rasa—apa dan bagaimana rasanya. Jika
kami boleh bertanya: "Beri satu alasan pasti tentang rindu yang membuncah
ini?" Sedang cemas dan rindu melebur jadi satu. Di balik tirai seperti
misteri tak terungkap. Mengapa itu seperti misteri? Benarkah itu terjadi?
Kembali suasana pagi di hari
Rabu, 26 Agustus 2020.
Pepohonan bergoyang-goyang di
kala semilir angin bertiup kencang. Ranting-ranting berjatuhan. Sejuk terasa...
Oh, mengapa tulisan ini jadi lebay mengalir saja? Tidakkah penulis memerhatikan
kata-kata yang dapat memikat pembaca?
Di balik tirai mengarungi makna belajar hingga sampai cinta
belajar.
Kepada dua sejoli yang tengah
merayakan cinta—mungkin itu yang di namakan lebaran cinta—kami ucapakan:
"Selamat Menunaikan Ibadah Cinta."
Kepada mereka yang baru merayakan
new normal: "Selamat Menjaga Kesehatan."
Kepada kita hari ini jumpa:
"Selamat Merayakan Rindu."
Rindu tak hanya di rayakan Dilan,
tapi kita kini merayakan. Hari ini... kini sampai nanti. Akan aku tulis
lemabaran demi lembaran sebagai catatan pinggir di kampus hijau asri. Di balik
tirai. Sampai jumpa kembali
Rabu, 26 Agustus 2020.
Cak' Ur