Jumat, 10 Mei 2024 0 Komentar

Apa Tujuan Kita Saling Mencintai dalam Ikatan Pernikahan?

Saya kok tiba-tiba gatal ingin membahas tujuan pernikahan dan kaitan menafsir puisi masyhur Eyang Sapardi ini ya.

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”

Barangkali kita perlu duduk sejenak untuk memikirkan ulang tujuan sebuah pernikahan. (Khususnya yang belum menikah atau boleh juga yang sudah menikah karena tersesat di tengah jalan misalnya). Sebab kadangkala kita lupa apa tujuan pengambilan keputusan dalam institusi pernikahan. Seolah-olah tujuan saling mencintai dalam ikatan pernikahan ialah kebahagiaan. Begitukah tepatnya?

***
Sebagian pembaca menangkap puisi itu ala kadarnya: cinta bertepuk sebelah tangan atau cinta yang tak direstui atau nada tafsir serupa lainnya. Padahal maknanya, menurut tinjauan analisis saya sebagai penggemar puisi bagus, tidak sesederhana itu.

Mari coba kita bedah kemungkinan lain makna mendalam puisi masyhur itu.

Saya menangkap makna puisi ini sebentuk pembuktian cinta sejati, sebentuk pembuktian cinta ilaihi dua insan, sebagai suatu ungkapan "yang tak sempat diucapkan" Kasih (K: besar) yang telah, atau pasti, sampai pada maut, pada akhir kehidupannya.

Dalam ketidakmampuan mengungkapkan isi hatinya itulah Kasih mengibaratkan perasaan kekasih yang, atau akan, ditinggalkannya seperti kayu yang menyerahkan diri kepada api; seperti awan kepada hujan. Karena itu, katanya, "aku ingin mencintaimu dengan sederhana" saja, meskipun tidak sesederhana itu pada kenyataannya.

Seolah-olah Kasih yang telah, atau akan, meninggal itu ingin mengatakan demikian. Coba perhatikan pada bait pertama.

"kayu kepada api yang menjadikannya abu"

Kamu berkobar tanpa aku. Kamu harus tetap hidup meski tanpa aku. Begitulah kayu kepada api. Kayu yang tampak kokoh akan menjadi abu tak kala kamu semakin berkobar dilahap api kesedihan. Semakin berkobarnya kamu, semakin aku tiada.

Kemudian semakin terang maknanya pada bait berikutnya.

"awan kepada hujan yang menjadikannya tiada"

Kamu deras tanpa aku. Kamu harus tetap bahagia meski hidup tanpa aku. Begitulah awan kepada hujan. Awan yang tampak kelabu akan semakin deras tak kala kamu menangis dikoyak hujan kesedihan. Semakin menangis kamu, semakin aku deras. Begitupun kamu sayang. Seolah-olah begitu, aih.

Lalu apa tujuan kita saling mencintai dalam ikatan sebuah pernikahan jika pada ujung ceritanya perpisahan?

Secara spontan kebanyakan orang akan menjawab adalah kebahagiaan. Bagi saya bukan. Tujuan saling mencintai dalam ikatan pernikahan bukan kebahagiaan, melainkan mempersiapkan pasangan satu sama lain untuk mampu berdiri tegak bertahan hidup meski kelak akan berpisah. Berpisah dimaksud hanya sekadar perpisahan secara jasmani, sementara secara rohani pada hakikatnya kita tidak pernah berpisah; sebab kerajaan kita bukan di dunia, melainkan di akhirat. 

Puisi Eyang Sapardi ingin mengungkapkan makna cinta yang tersirat semacam itu. "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana ..." Meski kita tahu mencintai tidak sesederhana itu. 

Bukankah setelah kepergian Kasih yang kita cintai itu akan tetap melekat abadi dalam kenangan hati dan pikiran? Bukankah begitu keimanan kita dalam perjanjian agung bersama Allah di hadapan bapak penghulu itu?[]

 
;