Selasa, 17 Agustus 2021 0 Komentar

Senyum Menjelma Puisi

Senyummu menjelma puisi
kau datang dini hari saat mata terlelap
saat dingin menerkam, kau hadir dalam mimpi
dalam bayangan ini, kau seorang diri
menari-nari
Jumat, 13 Agustus 2021 0 Komentar

Berkisah: Penawar Gelisah

Tulisan saya kini rilis di podcast Menjadi Manusia dan disuarakan oleh Bas.Boi, pada segmen Berkisah. Bagi kalian yang suka dengerin podcast di spotify bisa dengerin di sana, podcast Menjadi Manusia. 

Kalau boleh jujur: Tulisan ini saya buat dalam keadaan gelisah campur cemas. Mungkin kegelisahan dan kecemasan itu bukan hanya saya yang mengalami, mungkin juga anda. 

Maka saya mencoba berbagi kisah kepada Teman Manusia (sebutan komunitas Menjadi Manusia) agar lebih tegar lagi dalam menjalani kehidupan bahwa kita tidak sendiri, kita sama-sama berjuang dalam ketidakpastian hidup dalam ketidakpastian kapan covid-19 ini berakhir. 

Selamat menikmati tulisan isi hati saya ini. Selamat mendengarkan, Berkisah: Penawaran Gelisah
Kamis, 12 Agustus 2021 0 Komentar

Pada Sunyi

Kali ini puisi saya di muat Tugu Jatim. Saya menulis puisi ini terinspirasi tokoh Rara dalam novel, Sunyi Adalah Minuman Keras, Sapardi Djoko Damono, yang sesal akan dunia makin bising. Sila di nikmati puisinya, Pada Sunyi
Rabu, 04 Agustus 2021 0 Komentar

Di Kota Ini

Di kota ini, 
tak ada orang tahu
tentang seorang kakek nenek
saban hari perut tak terisi nasi
Ia berobat tabah, menghadapi wabah

Si kaya pura-pura
tak sadar akan murka, 
dunia seolah milik mereka

Di kota ini, 
ada seorang politikus
yang lebih rakus daripada tikus
uang kertas jadi identitas
Seperti kapas, bicaranya melayang-layang
sok sok'an bicara keadilan

Adakah di Kota Anda
manusia semacam mereka? 

Di kota ini, 
virus menjadi-jadi 
politisi sibuk makan sendiri 
bicara beras, hak rakyat dirampas

Di kota ini, 
kami butuh sesuap nasehat
bukan penjahat, bukan pula pesulap 
yang selalu mencuri uang rakyat

Di kota ini, 
Adakah keadilan 
yang dinanti-nanti? 

Adakah secangkir kopi 
untuk pagi hari nanti?
Minggu, 01 Agustus 2021 0 Komentar

Andai Kau Tahu, Aku

Pada 26, Juli 2021 lalu saya kembali mengirim puisi saya ke media Menjadi Manusia. Media ini bagi saya unik dan menarik. Saya tertarik mengirim puisi kepadanya. Pada satu kali coba saya kirim puisi terbaik saya syukur dimuat. Puisi ini sangat personal sekali, untuk tidak mengatakan puitis. Sila baca puisi ini, Andai Kau Tahu, Aku

Saya berharap kepada orang yang saya maksud dalam puisi ini sadar. Bahwa saya seperti apa yang ada dalam makna puisi ini. (hem.hem.hem). 
0 Komentar

Yang Paling Mencintai

Beberapa minggu lalu saya mengirim puisi ke media tugujatim.id. Saya punya ide setiap tulisan yang dimuat oleh media cetak maupun online akan saya arsip di blog ini. Sebagai cara memudahkan suatu saat nanti bila saya membutuhkan membacanya lagi. Sejelek apapun tulisan akan berkesan bila itu ditulis oleh saya pribadi. Ini adalah puisi pertama saya yang pernah dimuat oleh media tugujatim.id Yang Paling Mencintai. 
0 Komentar

Gila Intelektual

Persepsi beberapa orang menganggap aku seorang intelektual: Dengan aku gila melahap kertas kertas semesta (buku), menulis menghasilkan banyak karya, berdiskusi penuh retorika adidaya. Aku seorang intelektual, kata mereka.

Tetapi pada kenyataannya aku bukanlah seorang intelektual. Aku, lebih tepatnya, adalah seorang gila intelektual: Memajang buku-buku di ruangan hanya untuk  pameran, bukan untuk bacaan, bukan pula kepekaan menyelesaikan problem kebodohan.

Buku-buku itu hanyalah pemenuhan hiasan rumah semata; tidaklah peka menyalurkan kepada orang-orang yang pula membutuhkannya. Buku-buku itu tidaklah lebih sekadar kertas kertas biasa. Untuk menunjukkan inilah Aku Manusia Paling Berkualitas, setumpuk buku pemenuhan kesombongan semata.

Pada kenyataannya aku bukanlah seorang intelektual. Aku, lebih tepatnya, adalah seorang gila intelektual: Menulis suatu hal "untuk menarik orang" mengakui bahwa Aku Yang Paling Aku, Yang Paling Intelektual. Menulis suatu hal untuk memancing orang untuk menjadi aku. Dan orang-orang akan terperangkap dalam nafsu; sehingga aku dapat memenuhi hasrat nafsu birahiku dan mengajaknya untuk bercumbu.

Kata "bercumbu" ini begini, maksudnya: Aku mampu menulis kata-kata memikat dan menghasilkan kalimat-kalimat menjerat pembaca. Dengan kelihaian aku menciptakan sebuah kata-kata dapat mengajak pembaca menjadi aku. Menjadi bagian kebutuhan seksual-ku, dengan cara halus mengajaknya untuk berkolaborasi. Pada titik demikian, perempuan maupun laki-laki, telah aku taklukkan; dan dengan mudahnya aku meminta sesuatu darinya.

Tetapi pada kenyataannya aku memang bukanlah seorang intelektual. Aku, lebih tepatnya, adalah seorang gila intelektual: Yang kalau berbicara atau beretorika seolah-olah telah banyak membaca padahal cuti membaca kata-kata. Beretorika seolah-olah bernutrisi padahal hanya untuk memenuhi kebutuhan eksistensi. Bukankah sibuk berambisi dengan eksistensi bukanlah ciri manusia sejati?

Pada kenyataannya aku hanyalah seorang yang berambisi dengan eksistensi sehingga lupa diri. Bahwa aku pada ketidaksadarannya sibuk memenuhi kepentingan diri. Kepentingan mencari popularitas sehingga lupa mana yang berkapasitas dan mana pula yang berkualitas. Hingga lupa pula menjadi manusia. Menjadi manusia yang seharusnya menjadi manusia. Kini sebut saja aku manusia biasa, tidak lebih daripadanya.

 
;