Dan tubuh kurus saya seperti berada dalam kulkas ketika sampai jalan menuju kawah Ijen, google maps menunjukkan bahwa perjalanan kurang lebih lima puluh lima menit lagi untuk sampai ke tempat lokasi KKN, balai desa Kalianyar.
Orang-orang pada lalu lalang dan dapat saya duga bahwa mereka sedang mencari sesuap nasi di alam liar dan sebagian lagi ke kebun dan sebagian lainnya entah kemana.
Dalam perjalanan itu bola mata saya hanya menyaksikan pohon-pohon aren menjulang tinggi serta gunung-gunung bertubuh seksi memanjakan mata penuh ketakjuban; tidak ada kicauan burung-burung di alam liar sana; hanya kedinginan menyelimuti tubuh kecil ini.
Dan empat puluh menit telah berlalu dan saya belum sampai tujuan dan kecamuk pikiran semakin liar menari-nari apakah saya tersesat dalam hujan penuh rimbunan pepohonan ini? Segera saya pangkas pikiran cemas itu; tetapi tidak saya pungkiri saya semakin cemas.
Dalam kecemasan akut itu, saya seperti tokoh Kafka dalam novel Dunia Kafka Haruki Murakami yang lari dari rumah menghindari kutukan sang ayah dan pergi menuju suatu tempat tetapi ia tidak tahu harus pergi entah ke mana, hanya petunjuk naluri ia turuti.
Saya tatap jam tangan menunjukkan lebih jam tujuh pagi; sementara acara pembukaan penerimaan KKN kurang lima menit lagi dan saya masih dalam perjalanan, saya baru ingat bahan bakar motor tinggal sedikit dan saya memutuskan untuk mengisi bensin di pinggir jalan dan saya bertanya kepada Ibu penjual bensin apakah desa Kalianyar masih jauh?
"Masih jauh, Mas," ujarnya.
Pikiran saya masih berkecamuk cemas, apakah KKN ini lebih menantang daripada KKN di Desa Penari itu?
Kecemasan semakin menjadi-jadi mengingat saya hanya seorang diri; tanpa teman; tanpa kawan; tanpa ayang tentu saja.
***
Dua hari sebelum pelepasan KKN tubuh ini terasa lemas seperti orang kurang makan empat hari; mungkin penyakit lemas itu akibat memikirkan pekerjaan belum tuntas: ujian akhir semester belum saya ikuti hingga hari ini, menulis blog pribadi belum saya isi, rencana menulis Call for Papers ke Jakarta bersama Bu Dosen masih tahap riset, dan sebagainya.
Akhirnya saya memutuskan cek kesehatan ke klinik terdekat rumah dan hasil tes menunjukkan tensi darah saya hanya 90 dan entahlah mungkin karena tiga hari yang lalu saya lupa makan pagi hingga siang.
"Mulai kapan terasa lemas, Mas," tanya Pak Perawat.
"Sekitar tiga hari yang lalu," jawab saya.
Pak Perawat juga memastikan kepada saya untuk selalu minum teh manis serta sate kambing dan saya pikir sepertinya saya kekurangan gizi.
"Betul, sampean kurang gizi, Mas," ujarnya.
Segera saya pulang dan memastikan kepada Ibu untuk membuatkan saya teh manis dan makan sebentar sedikit untuk keperluan minum obat yang diberikan Pak Perawat.
***
Tepat pada sekitar jam tujuh lewat tiga puluh menit jam tangan saya menunjukkan bahwa tempat lokasi yang saya tuju tinggal tiga menit lagi dan tiba-tiba saja salah satu kawan menelepon.
"Sudah sampai di mana?" tanyanya.
Saya jawab sebenar lagi sampai dan jangan menelepon dulu sebab baterai smartphone saya tinggal sedikit lagi dan akhirnya, saya datang tepat pada waktunya; sementara pikiran saya masih cemas akan empat puluh hari tinggal di desa seperti musim salju ini.
0 Komentar:
Posting Komentar