Minggu, 20 Februari 2022

Mencintai Sahabat

Untuk mengawali tulisan ini, izinkan saya mengutip kalimat pembuka cerpen, Cuma Teman, karya Raditya Dika: "Kalau ada yang bilang cewek sama cowok mustahil bisa sahabatan tanpa ada perasaan, bawa orangnya ke depanku." 

Kalimat pembuka di atas mengingatkan saya pada pengalaman masa kecil, pada kenangan bersama seseorang, yang agak lebay sebenarnya untuk diceritakan di sini, tetapi saya kira tidak ada salahnya, sebab ini blog saya; karena itu wajar apabila saya menceritakan pengalaman saya tentang arti sebenar-benarnya perasaan, yang kadang bikin saya tersenyum sendiri. 

Orang-orang menyebut itu cinta, aih. 

Dulu saya punya temen dekat. Perempuan. Dekat sekali. Saking dekatnya, keluarga saya menganggap dia sebagai anak sendiri. Apa-apa kebutuhan hidup saya juga kebutuhan hidupnya, makan misalnya. 

Hampir sepulang bermain dan ketika perut mulai keroncongan, makan satu piring adalah tradisi kami. Dan saya tidak malu makan berdua dengannya dan begitu pun sebaliknya; sebab begitulah kebiasaan kami selama berteman bertahun-tahun sedari kecil. 

Kedekatan kami seperti saudara kandung. Persis seperti pandangan orang lain terhadap kami yang menganggap bahwa kami adalah saudara kandung. Dan jelas secara biologis kami tidak ada hubungan darah apapun dan murni hanyalah berteman biasa pada mulanya. 

Saya menganggap dia sebagai sahabat, begitu pun sebaliknya, anggapan dia terhadap saya. Karena kedekatan dan kecocokan bermain itulah keluarga kami bersepakat bahwa kami tidak boleh ada pertengkaran dikemudian hari dan satu sama lain harus saling menjaga, saling mengisi dalam banyak dimensi.

Namun kedekatan "hubungan sahabat" itu membuahkan perasaan. Anda tahu bukan, seperti apa sepasang bocah yang sedang tersengat api perasaan itu? Yeah ... begitulah benih-benih itu sempat meluluhlantahkan hubungan kami. 

Pada mulanya tiap berangkat sekolah kami naik sepeda berdua, bersama pula kawan-kawan rumah lain, yang satu gedung sekolah. Tiap pagi saya jadi supir dia untuk berangkat ke sekolah dan begitu pun sehabis pulang sekolah. Pulang pergi saya jadi supir dia. Yang jaraknya dari rumah ke sekolah cukup jauh, sekitar 4 kilo. Sesekali saja dia jadi supir kalau kelihatan saya ngos-ngosan dan biasanya tidak lama, cukup beberapa kilo, selanjutnya berganti posisi saya sebagai supir. 

Di sekolah, hubungan persahabatan kami cukup terkenal lekat di mata guru dan kawan-kawan bermain. Tidak ada indikasi bahwa kami ini punya hubungan spesial. Dalam pandangan mereka, kami adalah saudara kandung. Dan fakta sesungguhnya, adalah bahwa kami sebagai teman dekat atau kata lain sahabat, bukan seperti anggapan mereka, tentu saja. 

Sebagai sahabat, satu sama lain, kadang ada perseteruan ganas dan untuk meredupkan amarah, salah satu di antara kami harus ada yang mengalah dan biasanya, saya yang mengalah sebab perempuan katanya selalu benar dan lelaki selalu salah. 

Tetapi, apapun persoalannya, kami tetap saling  mengerti dan menjaga kepercayaan sebab itulah hubungan kami cukup terkenal baik di mata orang-orang dan tidak mungkin ada hubungan nyeleneh. Namun, dalam perjalanan menjalin persahabatan  yang cukup dramatis pada satu sisi dan simetris di sini lain, adalah kejanggalan itu pasti ada, yang sulit sekali bagi kami untuk saling jujur. 

Dan, tentu saja, saya tidak mungkin. 

Saya tidak mungkin melupakan tentangnya sebab dialah yang mengajari saya tentang arti cinta sesungguhnya; begitu pun sebaliknya, dia terhadap saya. Yang pernah saling memberi perhatian, ketulusan, dan kepercayaan bahwa kami harus merawat perasaan sesungguhnya dan persahabatan sesungguhnya. 

Hingga hari ini kami masih berhubungan erat meski satu di antara kami sudah berkeluarga dan punya kebahagiaan lain bersama anak dan suami. Meski demikian, tentang curhatan masa kecil ini, tidak perlu pula anda bertanya, apakah saya masih menaruh perasaan?

Dan saya membetulkan kalimat pembuka cerpen di atas, atas kejujuran masa kecil dulu. Untuk menjawab pertanyaan di atas jelaslah bahwa saya pun memiliki kebahagiaan yang sama sebab itulah saya menulis tentangnya

0 Komentar:

 
;