Kedua bocah kembar itu meringis dan memanjakan diri saban pagi ketika bertemu sang guru ngajinya di waktu pagi untuk meminta sesuatu yaitu uang saku. Kedua bocah itu ingin sekali mendapat uang dari kedua orang tuanya. Namun sayang, kesempatan mendapat uang saban pagi tidak pernah mereka dapatkan, sebab keduanya merupakan bocah yatim piatu.
Kedua bocah kembar itu meringis dan memanjakan diri saban pagi ketika bertemu sang guru ngajinya di waktu pagi untuk meminta sesuatu yaitu uang saku. Kedua bocah itu ingin sekali mendapat uang dari kedua orang tuanya. Namun sayang, kesempatan mendapat uang saban pagi tidak pernah mereka dapatkan, sebab keduanya merupakan bocah yatim piatu.
Cinta ada, pernah ada, akan ada dalam hati ini, tempatnya lain, waktunya berbeda. Cinta ada, dalam lubuk hati ini, sangat dalam, ia menjerit-jerit. Cinta ada, di kejauhan sana, di malam hari doa melangit. Cinta ada, dalam doa sepertiga malam, doa melangit-langit.
Embun pagi di kaki langit Panti burung-burung hinggap di dedaun pelepah pohon kelapa. Suaranya melengking-lengking mendayungkan suara burung-burung kenari namun bukan kenari jika dilihat lebih dekat, tetapi burung pipit barangkali lebih tepat.
Sedang capung-capung di sekitar area Yayasan Nurul Yaqin itu pula muncul pemandangan capung-capung liar beterbangan. Mirip kelakuan si Doi lah capung-capung itu, atau barangkali capung-capung itu sahabat karip si Doi.
Tak hanya suara burung pipit, suara jangkrik terdengar di sana, di susul suara ayam berkokok, meski tak mendayungkan suara permata, ia pasti jangkrik kelas swasta, ia pasti ayam kampung mau beristri tiga, dan aku taksir itu pasti jangkrik perjaka, dan aku lebih yakin, ia pasti ayam ingin poligami beristri tiga. Bukan empat! Kalau empat itu cukup kaum Adam yang mampu ke-jantan-an-nya. Hewan, cukup tiga... cukup!
Kini, tepat pukul 06:45 puluhan mahasiswa kembali mengguyurkan air ke sekujur tubuh untuk kemas-kemas meninggalkan tempat acara PDKT III. Aku masih saja melamun setelah sekian jam tidur malam yang tak kunjung mata redam, aku tidur sejak api unggun di mulai namun tak lebih kurang satu dua jam aku taksir tidur malam di Yayasan Nurul Yaqin Panti. Mohon maaf kawan-kawan, tak bisa ikut campur acara sakral itu, aku nyaris seharian di kejar deadline yang sungguh menjerat dada, dan paling miris, kedinginan pula.
Kini, waktu pagi di Panti bergerak 07:10. Mentari pagi menampakkan tubuh keemasan tampil sebagai penerang bumi. Indah sekali.... indah sekali... seperti pancaran sinar Tuhan.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah kamu dustakan? Begitu terjemahan bentangan ayat-ayat metafor di Surah Ar-Rahman.
Nikmat Tuhan lain yang tampak di pagi hari, adalah udara pagi yang sejuk. Sejuk terasa hingga menyerap ke terdalam jiwa. Jika Tuhan perkenankan, aku ingin tetap tinggal di sini... di sini bersamamu Mbakyu. Bersamamu selalu... selalu dalam dekap hati yang pilu melihatmu entah dimana... dimana yang ada di sana... di sana entah kemana (O, mohon maaf melantur saudara).
Jika Tuhan perkenalkan, aku ingin mengabdikan momen kali ini dengan secercah puisi :
Kepada mahasiswa yang di sana
Yang gemilang penuh warna
Yang cinta peradaban Indonesia
Kau di tunggu sebagai pembaru bangsa
Penggerak perubahan dunia
Peradaban Indonesia
Kepada mahasiswa mazawa
Tebar selalu ilmu budi luhur cahaya
Budi daya cinta baca
Kelak akan tampil mahasiswa sempurna
Di mulai dari prodi kita
Mazawa
Kepada Maba
Kami harap kau lebih genius dari kita
Dari kakak tingkat yang kurang sempurna
Kepada kau kami titip kelak Ibu Pertiwi tercinta, Indonesia
Salam cinta dari mahasiswa mazawa
Ini peradaban, peradaban mahasiswa mazawa
Fathur Roziqin
Minggu, 06 Desember 2020